PENGUSAHA, GURU ATAU PENDAKWAH?

  • 1
Tulisan ini tercetus dari hasil komentar di wall facebook Tadha MJ pada hari Kamis, 19 November 2009 yang lalu. Awalnya hanya komentar biasa namun kemudian berlanjut jadi diskusi panjang yang sayang jika tidak dibaca oleh yang lain.

Berawal dari komentar Tadha MJ kepada komentar saya sebelumnya, "dari pada jeut ke selebritis leubeh goet jeut keu pengusaha bg... ken nyoe meunan...???" (22:04)
Maksudnya: dari pada jadi selebritis lebih baik jadi pengusaha, Bang. Bukan begitu?

Saya langsung menanggapi, "Nyan that beutoi! Menurut Cashflow Quadrant (CQ), selebritis/artis duk quadrant blah wi atau istilah jih self-employeed. Meunyo na kerja, na peng. Meunyo hana kerja, kakeuh hana peng." (22:11)
Maksudnya: Itu sangat benar! Menurut Cashflow Quadrant (CQ), selebritis/artis berada dalam quadrant sebelah kiri atau istilahnya self-employeed. Kalau bekerja dapat duit. Kalau tidak bekerja ya sudah, tidak dapat duit.

Kemudian komentar saya ditanggapi oleh Laisa Lana, "Daripada jeut ke pengusaha, meundeng jeut ke guru..!" (8:30, keesokan harinya)
Maksudnya: Dari pada jadi pengusaha, lebih baik jadi guru!

Menanggapi komentar Laisa Lana, saya menulis sebagai berikut.

"Guru adalah profesi yang sangat mulia. Tanpa guru, tidak ada presiden, menteri, gubernur, walikota/bupati, pejabat lainnya, dokter, insinyur, pejabat, tentara/polisi, bahkan pengusaha sekalipun. Tanpa guru, kita tidak akan seperti kita sekarang ini. Guru yang dengan ikhlas mengabdi dan mencurahkan ilmunya, pahlawan tanpa tanda jasa.

Yang tidak mulia adalah mencari uang dengan profesi menjadi guru. Karena profesi guru di kuadran kiri. Dalam QC, istilahnya employee. Jadi duitnya pas-pasan, murid-muridnya yang kasihan.

Kenapa? Karena orang yang mencari uang dengan profesi guru, mua'allim, ustaz, teungku dan sebagainya uangnya pas-pasan, kerja maxi atau mini jatahnya tetap segitu. Jadi kalo memang ngga niat ngajar alias ngajarnya ngga ikhlas, pasti kerjanya mini, akhir bulan terima gaji. Kan murid-muridnya yang rugi..

Dulu waktu masih di Lampeneurut, RIAB (Ruhul Islam Anak Bangsa-pen) sekampus dengan PGSD Unsyiah (Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Syiah Kuala-pen). Ketika itu terbesit di hati saya ketika melihat kehidupan kuliah mahasiswa PGSD sebagai calon-calon guru, 'Meunyo lagee nyo calon guree, han kupeusikula aneuk lon di Aceh' (Maksudnya: Kalaulah begini yang jadi calon guru, saya tidak mau menyekolahkan anak saya di Aceh).

Tapi tidak sedikit juga guru yang jadi pengusaha, walaupun kecil-kecilan. Ada juga guru yang jadi pengusaha mapan. Saya kenal beberapa orang di antaranya.

Saya sendiri juga barusan diterima mengajar di MTQN Pahang. Tapi obsesi untuk menjadi pengusaha tidak pernah padam. Urusan gaji tidak pernah terlintas di benak saya. Karena bukan itu yang saya harapkan. Pendirian saya, dibayar ngga dibayar saya tetap mau mengajar insya Allah. Trus, uangnya dari mana? Ya dari usaha.

Oke, adik2ku yang baik!" (9:38)

Komentar panjang saya ini ditambah oleh Fajar Jamal,
"Tambah... Jangan jadikan dakwah sebagai ladang cari duit... tapi jadikan lapangan-lapangan kerja sebagai lahan kita berdakwah... Banyak khatib yang mengeluh dan membanding-bandingkan upah yang diberikan oleh mesjid-mesjid yang pernah mengundangnya... Sungguh sangat hina... Dia cuma menjual agama... dalil-dalil dari Tuhan menjadi murah... cuma 2 ratus ribu... atau mungkin 5 ratus ribu... etc. (11:05)

Saya menambahkan komentar saya di atas dengan menulis, "Pandangan saya tentang mahasiswa PGSD dulu bukan berarti di Indonesia, khususnya di Aceh tidak ada lagi sekolah yang bagus atau guru yang ikhlas. Alhamdulillah, atas kesadaran terhadap kebangkitan Islam telah banyak berdiri sekolah-sekolah alternatif seperti PAUD/TKIT, SDIT/MI, SMPIT/MTs, Dayah, Pesantren, Pondok, dan sebagainya. Saya sendiri sangat bersyukur dapat mengecap pendidikan tingkat SMU di RIAB. :)" (13:19)

Sebenarnya masih ada komentar-komentar yang lain. Tapi demikianlah inti dari diskusi panjang kami yang saya rasa penting untuk menjadi bahan bacaan kita bersama. Semoga bermanfaat.

Wallahu ta'ala a'lam bi al-shawab.

1 comment:

  1. Bagus tulisannya bang...
    Untuk kondisi sekarang ini kita mmg harus bisa jadi orang kaya seperti pengusaha, karena itu yg paling mungkin kita lakukan...
    Jangan biarkan orang seperti abg "saya juga" yg baik2 dan memiliki pengetahun bagus khususnya bdg agama terus miskin yang akhirnya harus menhidupi diri dgn menjual agama.
    Mengajar dan berdakwah adalah kewajiban kita sebagai seorang muslim. Menjadi kaya untuk bisa bedakwah adalah lebih penting, karena kita itu akan menjadi lebih ikhlas serta memiliki kekuasaan dgn amal baik yg kita lakukan.

    Kunjug2 k blog baru saya bang...

    http://www.rahmatul-fadhil.co.cc/

    ReplyDelete